Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad (saw) biasa meminta pengampunan 70 kali sehari. Doa-doa para wali, seperti doa Iftitah, doa Abu Hamzah Tsumali, doa Kumail, dll, juga merupakan doa tertinggi yang penuh celaan diri dan ungkapan penyesalan serta keputusan untuk meninggalkan dosa. Apa rahasia istighfar dan air mata serta rintih tangisan para wali dan imam?
Biasanya kita memikirkan bahwa para maksumin dikarenakan mereka tidak berbuat dosa dan merupakan manusia yang bebas dari kesalahan, sehingga kita merasa aneh saat mereka meminta pengampunan.
Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa munajat-munajat panjang, seperti doa Abu Hamzah Tsumali, yang keluar dari lisan suci mereka, adalah untuk pendidikan kita; jika tidak, mereka tidak dalam posisi untuk mengatakan, “Daku duduk di majelis-majelis orang yang sia-sia”, atau Nabi saw menangis dan meminta kepada Allah swt, “Ya Allah! Janganlah Engkau serahkan aku kepada diriku meski sekejap mata”.
Nabi (saw) menangis dan memohon kepada Tuhan, "Ya Tuhan, jangan tinggalkan aku sendiri sebentar."
Pertanyaannya, mengapa para jawara ini melakukan hal tersebut? Jawabannya adalah bahwa semakin tinggi seorang hamba dan semakin dekat dia dengan Allah, semakin dia mengerti kebutuhannya kepada Allah. Kami kurang memahami kebutuhan ini dan kami tidak menyadari betapa miskinnya kami di hadapan-Nya. Fakta bahwa Nabi (saw) mengatakan "Al-Faqru Fakhri" mengacu pada kemiskinan ini dan pemahamannya tentang kemiskinan eksistensialnya terhadap Allah swt.
Itulah sebabnya dalam Alquran, hamba-hamba istimewa disebut sebagai "Awwab", yaitu orang-orang yang banyak bertaubat dan selalu kembali kepada Allah. Kata "Awwab" disebutkan empat kali dalam Alquran.
Kata kunci: Dosa, Taubat, Istighfar, Wali-Wali Allah, Tangisan